TENGGARONG. Teriakan riang anak anak, tawa orang dewasa, dan guyuran air tanpa henti mewarnai jalanan Tenggarong pada Senin (29/9/2025). Di hari itu, masyarakat Kutai larut dalam tradisi Belimbur, sebuah prosesi yang menutup rangkaian Erau Adat Kutai 2025.
Sejak pagi, keramaian sudah terasa. Rombongan utusan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura mengiringkan Naga Laki dan Naga Bini ke Kutai Lama. Di depan Keraton, sejumlah ritual sakral dilaksanakan: dimulai Beumban, dilanjutkan Begorok, Rangga Titi, hingga puncaknya Belimbur.
Bagi masyarakat Kutai, Belimbur bukan sekadar bermain air. Tradisi turun temurun ini dipercaya sebagai wujud penyucian diri, melunturkan sifat buruk, sekaligus menghapus unsur kejahatan. Air, sebagai sumber kehidupan, diyakini membawa berkah, membersihkan lahir dan batin setiap orang yang terkena percikannya.
Prosesi dimulai ketika Sultan memercikkan air tuli kepada para hadirin. Setelah itu, tak ada lagi batasan. Semua orang mulai dari warga hingga wisatawan turut serta saling menyiram air. Jalanan pun berubah menjadi arena kebersamaan yang basah dan penuh tawa. Namun, makna filosofis Belimbur kini berpadu dengan wajah baru yang lebih meriah. Generasi muda memaknainya sebagai “perang air” yang hanya datang sekali dalam setahun.
Kantong plastik berisi air hingga pompa pemadam kebakaran ikut meramaikan tradisi ini, menambah suasana gegap gempita di sepanjang jalan Tenggarong. Walau terbuka untuk umum, ada aturan yang tetap dijaga. Anak anak kecil dan lansia dikecualikan dari prosesi, demi memastikan keamanan.
Seiring berjalannya waktu, Belimbur berkembang menjadi festival rakyat penuh sukacita. Ia bukan lagi sekadar ritual adat, melainkan juga momentum mempererat kebersamaan, menghadirkan tawa, dan menegaskan identitas budaya Kutai Kartanegara di tengah arus modernitas. Dan ketika tetes tetes air terakhir membasahi tubuh para peserta, satu hal menjadi jelas: Belimbur bukan hanya perayaan, melainkan juga pengingat tentang arti kebersihan hati, persatuan, dan warisan budaya yang terus hidup dari generasi ke generasi.
PENULIS: Fairuzzabady