SANGATTA. Upaya Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dalam menurunkan angka Anak Tidak Sekolah (ATS) menunjukkan hasil menggembirakan. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutim, Mulyono, mengungkapkan bahwa jumlah ATS berhasil ditekan hingga hampir 3.000 anak.
“Ini pencapaian besar. Penurunan ini hanya terjadi di Kutim, dan penurunannya tidak sedikit,” ujarnya.
Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menyampaikan dukungan penuh terhadap penguatan kebijakan pendidikan melalui Wajib Belajar 13 Tahun, yang meliputi PAUD hingga tingkat SMA/SMK. Dalam arahannya, ia menekankan bahwa kebijakan ini menjadi fondasi penting untuk meminimalkan potensi anak putus sekolah.
“Wajib Belajar 13 Tahun harus menjadi budaya baru di Kutim,” tegas Ardiansyah.
Ardiansyah juga meminta agar program Strategi Anti Anak Tidak Sekolah (SITISEK) dipercepat pelaksanaannya.
“Saya ingin SITISEK ini selesai dalam satu tahun. Tidak boleh lebih. Semua pihak harus bekerja cepat dan memastikan tidak ada anak yang tertinggal,” ucapnya dengan menekankan percepatan target penyelesaian.
Sementara itu, Disdikbud Kutim tengah menyusun Peraturan Bupati (Perbup) tentang Wajib Belajar 13 Tahun yang didampingi Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP). Beberapa aspek masih dibahas, termasuk rumusan sanksi bagi masyarakat yang menolak mengikuti program wajib belajar. “Kami ingin aturan ini kuat secara hukum sekaligus efektif diterapkan,” kata Mulyono.
Mulyono menambahkan bahwa infrastruktur pendidikan Kutim sangat memadai untuk mendukung kebijakan ini. “Kita memiliki 380 hingga 400 lembaga PAUD, jauh lebih banyak daripada jumlah desa. Ini menunjukkan kita sudah punya fondasi yang kuat,” jelasnya. Ardiansyah pun menegaskan kembali komitmennya.
“Saya ingin semua anak Kutim punya kesempatan yang sama untuk sekolah. Itu adalah investasi terbesar kita untuk masa depan,” tutupnya.